Selasa, 18 Desember 2012
Jumat, 10 Agustus 2012
KEISTIMEWAAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI PANTAI PANGANDARAN JAWA BARAT TAHUN 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kawasan
pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi
secara timbal balik. Masing-masing elemen dalam ekosistem memiliki peran dan
fungsi yang saling mendukung.
Hutan
Mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan
kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan lingkungan.
Rusaknya
hutan mangrove secara langsung akan melemahkan daya dukungg tanah dan lemahnya
perlindungan pada pantai dan pesisir.
Namun
pelestarian dan perehabilitasian merupakan dominasi dari perlindungan hutan
mangrove saat ini dari kerusakan, yang disebabkan oleh berbagai factor yang
sangat mendominasi.
Hal
ini sangat menghawatirkan, mengingat fungsi penting hutan mangrove bagi kawasan
pesisir.
Menurut
UU No. 32 Tahun 2009, tak ada lagi kesalahpahaman antara pemerintah dan
masyarakat, semuanya harus bersama-sama bertanggung jawab didalam pelestarian
hutan mangrove.
Atas
dasar hal-hal diatas penulis tertarik mengangkat masalah ekosistem hutan
mangrove, karena menurut penulis ada beberapa hal yang memang harus diselidiki
untuk diketahui kebenarannya.
B.
Permasalahan
Masalah
yang akan dibahas didalam karya tulis ini yaitu :
1. Apakah
yang dimaksud dengan ekosistem Hutan Mangrove?
2. Apakah
fungsi dan keistimawaan Hutan Mangrove?
3. Apakah
dampak positif dan negative Hutan Mangrove?
4. Bagaimanakah
cara merehabilitasi Hutan Mangrove bila terjadi kerusakan?
C.
Tujuan
Tujuan
dari penulisan karya tulis ini adalah :
1. Untuk
mengetahui pengertian ekosistem Hutan Mabgrove
2. Untuk
mengetahui fungsi dan keistimawaan Hutan
Mangrove
3. Untuk
mengetahui dampak positif dan negative Hutan Mangrove
4. Untuk
mengetahui cara merehabilitasi Hutan Mangrove bila terjadi kerusakan
D.
Metodologi
1. Waktu
dan Tempat Pelelitian
Penelitian mengenai ekosistem Hutan
Mangrove berlangsung pada 10 April 2011 sampai 13 April 2011 di Pantai
Pangandaran, Jawa Barat.
2. Subyek
Penelitian
Dalam penelitian ini penulis
mengambil sample ekosistem hutan mangrove Pantai Pangandaran, Jawa Barat.
3. Metode
yang Digunakan
a. Metode
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data digunakan
bagi penulis untuk mendapatkan data yang akurat dan akan menjadi bahan untuk
penulisan karya tulis ini. Adapun pengumpulan data tersebut melalui :
1) Observasi
Melalui observasi penulis
mendapatkan beberapa data sesuai dengan apa yang ada dilapangan, misalnya
seperti kondisi hutan mangrove dan beberapa habitat binatang yang ada dipesisir
hutan mangrove.
2) Studi
Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan cara
mencari sumber dari buku dan internet.
b. Metode
Analisis Data (Analisis Deskriptif Kualitatif)
Untuk membahas atau menganalisis permasalahan
dalam karya tulis ini, penulis menggunakan metode analisis data deskriptif
kualitatif. Artinya penulis hanya memberikan pemaparan secara umum sesuai
dengan kualitas yang ada, tanpa menggunakan sistematik angka.
E.
Sistematika
Pembahasan
Sistematika
pembahasan dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut :
-
BAB I tertuliskan PENDAHULUAN; A.Latar Belakang,,
B. Permasalahan, C. Tujuan, D. Metodologi, E. Sistematika Pembahasan.
-
BAB II tertuliskan
HASIL DAN PEMBAHASAN; A. Deskripsi Teori (menjelaskan judul berdasarkan
pendapat para ahli), B. Hasil Pengamatan (menjelaskan tentang gambaran lokasi
dan nenuliskan data sesuai dengan kenyataan), C. Pembahasan (menuliskan hasil
data dengan kolaborasi antara pendapat para ahli, data lokasi, dan pendapat
penulis).
-
BAB III tertuliskan
KESIMPULAN (menarik kesimpulan pembahasan dalam hubungannya dengan permasalahan
atas dasar hasil pengamatan), SARAN (penulis mengajukan pendapatnya tentang
hasil pengamatannya di lapangan)
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi
Teori
Menurut
pendapat Davis 1995 ekosistem Hutan Mangrove atau hutan mangrove bakau
merupakan vegetasi hutan yang tumbuh di daerah pantai dan sekitar muara sungai
yangsecara teratur digenangi oleh air laut yang dipengaruhi pasang surut.
Hutan
mangrove juga memiliki keistimewaan yaitu sebagai pelindung pantai, dan hutan
mangrove juga berperan penting dalam penyelamatan daerang pesisir (Buku IPA
Terpadu SMP/MA kelas 2 semester II).
B.
Hasil
Pengamatan
Dari
pengamatan yang telah dilakukan penulis, hasil yang di dapat yaitu sebagai
berikut:
1) Gambaran
Lokasi
Pantai Pangandaran merupakan pantai
yang berada di selatan Jawa Barat, Ciamis dengan letak astronomi antara 108
derajat Bujur Timur dan 7 derajat Lintang Selatan. Topologi kawasan ini mulai
dari landai sampai berbukit kecil dengan ketinggian tempat rata-rata 0-147
meter dari permukaan laut.
Dan pesisir hutan mangrove terletak
kurang lebih 1 km dari daratan Pantai Pangandaran.
2) Ekosistem Hutan Mangrove adalah suatu habitat
alami berbagai satwa dan tempat berlindungnya biota perairan.
3) Fungsi
dan keistimewaan yang nampak pada hutan mangrove Pantai Pangandaran yaitu
dijadikannya hutan mangrove sebagai
pelindung berbagai satwa, contohnya yaitu habitat monyet berekor
panjang. Dan habitat monyet berekor panjang inilah yang mendominasi satwa yang
ada di hutan mangrove. Selain itu hutan mangrove juga dijadikan suatu tampat
wisata bagi para pengunjung Pantai Pangandaran. Dengan keindahan dan keunikan
yang dimiliki hutan mangrove, membuat para pengunjung Pantai Pangandaran
berniat untuk berkunjung ke hutan mangrove tersebut.
4) Menurut fakta yang ada, hutan mangrove di Pantai Pangandaran memiliki dampak positif
dan dampak negative. Dampak positifnya yaitu dijadikannya hutan mangrove
sebagai tempat rekreasi dan dapat dijadikan sample penelitian. Dengan
berkunjung di hutan mangrove kita bisa mendapat beberapa informasi dan
pengetahuan yang sebenarnya penting untuk kita ketahui. Sedangkan dampak negatifnya yaitu terjadinya pencemaran
lingkungan daerah pesisir yang disebabkan oleh perbuatan manusia khususnya para
pengunjung hutan mangrove Pantai Pangandaran. Hal ini juga menyebabkan
pencemaran laut.
5) Dalam
pengamatan secara langsung di lapangan penulis memang tidak melihat secara
langsung kegiatan perehabilitasian hutan mangrove, tapi penulis menemukan satu
bukti bahwa hutan mangrove tersebut pernah direhabilitasi oleh pemerintah dan
hutan mangrove di Pantai Pangandaran pun telah diakui kedaannya, ditandai
dengan sebuah batu yang tertuliskan suatu pernyatan bahwa hutan mangrove
tersebut telah dilindungi oleh pemerintah.
C.
Pembahasan
1.
Pengertian
Ekosistem Hutan Mangrove
Menurut
pendapat Davis (1995) ekosistem Hutan Mangrove adalah vegetasi hutan yang
tumbuh di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang secara teratur digenangi
oleh air laut yang dipengaruhi pasang surut. Mangrove tidak dapat tumbuh di
pantai yang terjal, berombak besar atau yang mempunyai pasang surut tinggi dan
berarus deras.
Pada
kenyataannya kondisi fisik ekosistem hutan mengrove memang seperti itu adanya.
Menurut
penulis sendiri hutan mengrove itu merupakan suatu kawasan yang terdapat di
daerah pesisir pantai yang landai, dan merupakan suatu habitat berbagai satwa.
2.
Fungsi
dan Keistimewaan Hutan Mangrove
Pada
umumnya suatu ekosistem pasti memiliki fungsi dan keistimewaan tersendiri,
begitu pun dengan hutan mangrove.
Claridge
(1995) berpendapat mengenai fungsi dan keistimewaan hutan mangrove, ada pun
pendapat beliau yaitu sebagai pelindung pantai, sebagai habitat jenis-jenis
satwa, untuk kegiatan penalitian dan pendidikan, dan berperan dalam mendukung
berlangsungnya proses ekologi, geomorfoligi, atau geologi.
Jika
dilihat secara nyata, fungsi dan keistimawaan hutan mangrove memang benar-benar
ada. Contohnya hutan mangrove merupakan habitat jenis-jenis satwa, berbagai
jenis burung hidup disana, dan habitat monyet berekor panjang yang mendominasi
habitat hewan lainnya. Dan juga nampak bahwa hutan mangrove dijadikan tempat
penelitian oleh kalangan mahasiswa yang berkunjung ke sana.
Dan
penulis pun setuju dengan pendapat Claridge atau pun kondisi yang sebenarnya
bahwa hutan mangrove memiliki berbagai fungsi dan keistimewaan.
3.
Dampak
Positif dan Negatif Hutan Mangrove
Dampak
positif yaitu suatu keadaan atau hasil dari suatu perilaku atau tidakan yang
bernilai posiitif, sedangkan dampak negative yaitu suatu keadaan atau hasil
dari suatu perilaku atau tindakan yang bernilai negative (Buku Sastra Dan
Bahasa).
Hutan
Mangrove memiliki dampak positif dan dampak negative. Dampak positifnya yaitu
bagi daerah atau bagian pesisir yang ditanami mangrove, karena bila terjadi
kerusakan, kerusakan tersebut akan relative kecil dibandingkan dengan daerah
yang tidak ditanami mangrove. Bila disorot dari segi ekonomis, hutan mangrove
sekaligus merupakan kawasan wisata yang menarik di daerah pesisir. Seperti yang
terlihat pada kondisi saat ini, hutan mangrove dijadikan sebagai tempat
rekreasi atau tempat wisata. Hal ini
sangat didukung oleh banyak pihak dan masyarakat.
Selain
dampak positif, ada pun dampak negative dari hutan mangrove itu sendiri, yaitu
kerusakan hutan.
Kerusakan
hutan seperti abrasi, erosi pantai,banjir rob, dan pendangkalan muara sungai.
Semua
itu terjadi karena rusaknya daerah pendukung daya tahan tanah pesisir seperti
ekosistem mangrove, dan secara langsung akan melemahkan daya dukung tanah dan
lemahnya perlindungan pada pantai dan daerah pesisir.
Dan
bila mangrove mengalami kerusakan yang parah dan tidak dapat diatasi lagi akan
berdampak fatalbagi daerah pesisir, misalnya akan terjadi tsunami.
4.
Cara
Merehabilitasi Hutan Mangrove Bila Terjadi Kerusakan
Dalam
merehabilitasi mangrove yang diperlukan adalah master plan yang disusun
berdasar data objektif kondisi biofisik dan social (Natarina 1995).
Selain
itu juga diperlukan ketentuan green belt agar ekosistem mangrove yang terbangun
dapat memberikan fungsi yang optimal, dan sebagai salah satu sarana
mengantisipasi terjadinya tsunami.
Dan
pelaksanaan rehabilitasi mengrove di lapangan di mulai dari penanaman,
pemeliharaan, dan pengawasan. Kegiatan itu harus melibatkan kelompok-kelompok
mesyarakat pengelola dan pelestari mangrove di wilayah setempat. Hal ini
sekaligus sebagai sosialisasi dan penyuluhan dengan meningkatkan wawasan dan
kesadaran masyarakat pesisir dan membentuk rasa memiliki atau sense belonging
masyarakat akan hutan mangrove.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A.
SIMPULAN
Setelah pembahasan masalah dari
bab-bab terdahulu, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Ekosistem
Hutan Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di daerah pantai dan sekitar
muara sungai yang secara teratur digenangi air laut yang dipengarui psang
surut.
2. Hutan
Mangrove memiliki banyak fungsi, keistimawaan, serta peranan ekologi, ekonomis,
dan social yang sangat penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir.
3. Hutan
mangrove memiliki dampak positif dan dampak negative yang sangat berpengaruh
terhadap kelangsungan hutan mangrove itu sendiri.
4. Kegiatan
rehabilitasi di prioritaskan sebelum dampak negative dari hilangnya mangrove
ini meluas dan tidak dapat diatasi (tsunami, abrasi, pencemaran, penyebaran
penyakit).
B.
SARAN
Penulis sangat prihatin dengan
keberadaan hutan mangrove saat ini, oleh karena itu saran penulis bagi pihak
dan instansi sebagai berikut:
1. Masyarakat
perlu diberikan bimbingan dan penyuluhan tentang arti penntingnya hutan
mengrove pada kehidupan ini, terutama kehidupan di masa yang akan datang.
2. Pemerintah
dan masyarakat harus saling mendukung dalam mengelola dan menjaga kelestarian
lingkungan hidupnya dan kelestarian hutan mangrove.
Karya Tulis "Pengaruh Lumut terhadap Batuan Candi Borobudur"
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Candi Borobudur yang terletak di Kabupaten Magelang
merupakan salah satu objek wisata warisan bersejarah yang masih bisa kita
nikmati keindahannya dan pelajari sisi-sisi budaya dan edukasi lainnya hingga
sekarang. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu beberapa kerusakan yang
ditimbulkan oleh faktor- faktor tertentu mulai muncul. Faktor-faktor tersebut
misalnya akibat pemanasan global, cuaca ekstrim dan bencana alam yang kemudian
menumbuhkan lumut pada batuan Candi Borobudur.
Itulah yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian terhadap Candi
Borobudur. Sehingga, penulis tertarik
mengangkat masalah tentang “Pengaruh Lumut terhadap Batuan Candi Borobudur”
1.2 Permasalahan
Pokok
permasalahan yang akan dibahas dalam
“Pengaruh Lumut Pada Batuan
Candi Borobudur” adalah :
a.
Apa dampak yang ditimbulkan
tumbuhan lumut?
b.
Usaha-usaha apa yang dilakukan untuk
mengatasi tumbuhan lumut?
1.3 Tujuan
Dengan dilandasi rasa cinta terhadap budaya bangsa serta
keinginan untuk melindungi Candi Borobudur dari kehancuran, maka dalam
penelitian ini penulis mempunyai beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut :
a.
Untuk mengetahui dampak
yang di timbulkan oleh lumut terhadap Candi Borobudur.
b.
Untuk mengetahui
cara mengatasi pertumbuhan lumut.
1.4 Metodologi
Untuk kesempurnaan karya tulis ini, penulis menggunakan
beberapa metode, yaitu :
1.4.1
Tempat
Objek yang diamati dalam penulisan karya tulis ini adalah Candi Borobudur.
Objek yang diamati dalam penulisan karya tulis ini adalah Candi Borobudur.
1.4.2
Waktu
Penulis melakukan
pengamatan terhadap obyek pada tanggal 2 Juli 2012.
1.4.3
Teknik yang
digunakan
a)
Teknik Observasi
Penulis langsung mengamati obyek
yaitu Candi Borobudur untuk mendapatkan data tentang gambaran umum Candi
Borobudur
b) Teknik Studi Wisata
Penulis mengumpulkan data dari buku-buku panduan, internet, dan lain-lain
tentang pengaruh lumut terhadap batuan Candi Borobudur, yaitu penjelasan yang
mengenai tentang cara mencegah dan mengatasi
kerusakan yang ditimbulkan lumut.
1.5 Sistematika Pembahasan
Agar
dalam karya tulis ini tidak terjadi kekeliruan maka penulis mencoba menyusun
sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB
I Pendahuluan, membahas tentang
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, anggapan dasar hipotesis,
metode dan teknik penelitian dan sistematika penelitian.
BAB
II Tinjauan Teoritis, membahas teori lumut
( pengklasifikasian dan substrat lumut ), jenis-jenis lumut, cara
perkembangbiakan lumut.
BAB
III Pembahasan, membahas tentang
Lumut Kerak sebagai perusak batuan Candi, dampak yang di timbulkan, usaha-usaha
yang dilakukan untuk mengatasinya.
BAB
IV Penutup, membahas tentang
kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1.6 Lumut
Tumbuhnya lumut
banyak di temukan di tempat-tempat lembab atau basah. Tumbuhan lumut mempunyai
jenis + 25.000 species yang tesebar di seluruh permukaan bumi mulai dari daerah
tropic sampai kedaerah kutub utara.
Pada umumnya
struktur tubuh tumbuhan lumut mempunya ciri –ciri sebagai berikut :
1. Bentuk tubuhnya
pipih
2. Bersel banyak
3. mempunyai
dinding sel yang tersusun dari selulosa
4. Melekat pada
substartnya
5. Bersifat
Aututrof
6. Bentuk akar
seperti benang-benang
7. Daunya terdiri
atas selapis sel yang mengandung klorofals berbentuk jala.
Bagian-bagian
batang lumut adalah sebagai berikut :
1.
Epidermis,
merupakan lapisan terluar dan sebagian sel yang memanjang berbentuk rhizoid.
2. Korteks, merupakan lapisan kulit dalam yang tersusun
dari beberapa lapis sel.
3. Silinder Pusat, terdiri atas sel-sel Parenkim
yang memanjang, berfungsi sebagai
alat pengangkat.
Tumbuhannya lumut
merupakan peralihan antara tumbuhan berthallus dengan tumbuhan kerkomus.
1.7 Klasifikasi
Lumut
1. Lichenes
Lichenes disebut juga tumbuhan
perintis, lichenes biasanya terdapat pada tempat-tempat yang kering, seperti
pada kulit batang pepohonan, tanah yang sedikit basah. Perkembangbiakan
Lichenes merupakan vegetasi pioner.
Asam yang di
keluarkan dapat menghancurkan permukaan batu atau permukaan cadas menjadi
lapisan tanah baru. Lapisan tanah ini mudah menangkap dan mengikat air mineral
(air embun dari laut yang mengandung berbagai mineral, menguap).
Ciri-ciri
lichenes adalah :
1.
Bersekat Hifa
2.
Mempunyai akar rhizoid
3.
Berlapis misellium
4.
Bersifat Safrofit dan Parasitisme
5.
Berupa benang-benang yang berkoloni.
Berdasarkan habitatnya
Lichenes dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya adalah :
a. Parmelia
Biasanya tumbuh pada pepohonan, terutama
pada kulit-kulit pohon yang keras, karena pohon yang berkulit tebal sangat
menguntungkan bagi pertumbuhan dari Lumut Kerak tersebut.
b. Usnea Dasifoga
Biasanya tumbuh
pada batuan yang berada pada daerah yang lembab. Cirinya sebagai berikut :
1.
Berspora
2.
Bentuknya seperti Musci
3.
Berakar rhizoid
4.
berbentuk benang-benang filamin
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Lumut Kerak Sebagai Perusak Batuan Candi
Lumut kerak adalah tumbuhan yang dapat hidup di
batu. Dalam pertumbuhannya lumut kerak
mengeluarkan zat yang bersifat asam yang dapat menghancurkan batu tempat
hidupnya. Cendawan dan lumut yang menutupi permukaan batuan dan menghisap
makanan dari batu bisa menghancurkan batuan tersebut. Salah satunya adalah
batuan di Candi borobudur yang akhir-akhir ini dipenuhi oleh Lichenes, dan
kabarnya batuan candi yang terletak di Kabupaten Magelang tersebut terancam
terjadi pelapukan.
3.2 Dampak yang Ditimbulkan Oleh Lumut
Kerak
Melapuknya batuan candi dapat berlangsung secara efisien,
menunjukan bahwa lumut kerak akan tumbuh dengan baik pada batuan. Garam-garam
mineral pun mampu mempengaruhi tumbuhan dalam batuan candi Borobudur, sedikit
demi sedikit menjadi struktur tanah dan untuk dapat mengikat nitrogen, sehingga
pelapukan akan berjalan lebih cepat.
Bagian yang paling dominan rusak disebabkan oleh lumut kerak yaitu pada bagian yang tersembunyi atau daerah yang tidak terkena sinar matahari langsung. Selain itu kerusakan akibat dari pertumbuhan lumut kerak adalah hancurnya segi-segi arsitektur bangunan candi dan bentuk relief atau arca Candi Borobudur. Jika hal tersebut tidak cepat diatasi maka masalah yang timbul akan semakin besar karena dengan hancurnya batuan ataupun hancurnya struktur batuan maka Candi Borobudur dimasa yang akan datang hanyalah sejarah yang tidak dapat dinikmati dan disaksikan keberadaannya.
Bagian yang paling dominan rusak disebabkan oleh lumut kerak yaitu pada bagian yang tersembunyi atau daerah yang tidak terkena sinar matahari langsung. Selain itu kerusakan akibat dari pertumbuhan lumut kerak adalah hancurnya segi-segi arsitektur bangunan candi dan bentuk relief atau arca Candi Borobudur. Jika hal tersebut tidak cepat diatasi maka masalah yang timbul akan semakin besar karena dengan hancurnya batuan ataupun hancurnya struktur batuan maka Candi Borobudur dimasa yang akan datang hanyalah sejarah yang tidak dapat dinikmati dan disaksikan keberadaannya.
3.3 Cara Mengatasi
Lumut Kerak Pada Batuan Candi Borobudur
3.3.1
Pembersihan Lumut
Dengan Pemanasan
Lumut merupakan
salah satu organisme penyebab pelapukan dan kerusakan bangunan-bangunan benda
cagar budaya, baik bangunan yang terbuat dari batu maupun bata. Lumut mempunyai
pengaruh yang lebih serius dalam proses pelapukan batuan, karena akar lumut
mampu menyusup ke dalam pori-pori batuan sambil mengeluarkan zat-zat organik
yang bersifat korosif terhadap sebagian mineral batuan. Pertumbuhan organisme
perusak pada batu dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dan pelapukan batu.
Hal tersebut terjadi karena organisme tersebut mengambil mineral terlarut dari
batuan pada saat melakukan aktivitasnya. Selain itu juga terjadi degradasi
mineral pada batuan itu sehingga batuan menjadi rapuh dan rusak. Untuk
menghindari kerusakan batuan lebih lanjut perlu dipikirkan metode pembersihan
batu dari pertumbuhan organisme-organisme yang dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan dan pelapukan batuan. Tujuan studi pengembangan metode pembersihan
lumut dengan pemanasan adalah untuk mengetahui efektifitas dan keamanan
pembersihan lumut dengan pemanasan. Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi
pedoman dan alternatif lain dalam pelaksanaan pembersihan benda cagar budaya
yang terbuat dari batu
Selama ini metode
pembersihan lumut yang dilakukan dalam pembersihan batu di Candi Borobudur
adalah pembersihan secara kimiawi dan mekanis. Metode pembersihan kimiawi
menggunakan bahan kimia Hivar XL dengan konsentrasi 1%. Pembersihan secara
mekanis berupa penggosokan dengan sikat baik secara kering maupun basah. Metode
lain yang digunakan adalah pembersihan secara fisik menggunakan steam cleaner.
Dari hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan menerangkan bahwa metode
pembersihan yang dipakai mempunyai kelemahan, khususnya pembersihan secara mekanis
dan steam cleaner. Kelemahan tersebut di antaranya adalah menimbulkan efek
kerontokan pada permukaan batu.
Berdasarkan hasil
penelitian metode pembersihan lumut dengan pemanasan lebih efektif dibandingkan
dengan pembersihan secara mekanis, tetapi metode pembersihan dengan pemanasan
ini kurang aman untuk digunakan pada benda cagar budaya karena adanya kontak
langsung antara permukaan benda dengan api. Dari pengamatan mikroskopis
terlihat adanya perubahan pada permukaan batu yang terjadi setelah dilakukan proses
pemanasan
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Setelah pembahasan
masalah dari bab-bab terdahulu, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1.
Tubuh lumut kerak
berupa thallus yang terdiri dari benang-benang hifa. Sebagai tumbuhan perintis,
lichenes ikut berperan dalam pembentukan tanah dan tidak memerlukan syarat
hidup yang tinggi.
2.
Lumut Kerak bisa
mengakibatkan pelapukan pada Batuan Candi Borobudur.
3.
Cara paling efektif
untuk membersihkan lumut kerak adalah dengan cara Pemanasan.
4.2
Saran
Untuk menjaga dan
memelihara Candi Borobudur serta mengurangi terjadinya pelapukan yang dialami
bebatuan Candi Borobudur, maka saran-saran yang dapat penulis berikan adalah :
1.
Mengawasi dan menjaga keutuhan Candi Borobudur yang termasuk salah satu
keajaiban dunia serta peningkatan berupa hal mutlak yang perlu dilakukan oleh
yayasan, karena dengan menjaga dan mengawasi hal-hal tersebut akan mengurang
resiko yang terjadi pada batuan Candi Borobudur, misalnya terjadinya pelapukan
yang kini terjadi pada batuan Candi Borobudur.
2.
Sebaiknya yayasan yang bertanggung jawab terhadap keutuhan Candi Borobudur
memperbanyak petugas untuk pemeliharaan Candi Borobudur. Begitupun pemerintah
untuk menyalurkan dana kepada yayasan untuk meningkatkan kualitas dan fasilitas
Candi Borobudur.
Langganan:
Postingan (Atom)