Jumat, 10 Agustus 2012

KEISTIMEWAAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI PANTAI PANGANDARAN JAWA BARAT TAHUN 2011

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Masing-masing elemen dalam ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung.
Hutan Mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan lingkungan.
Rusaknya hutan mangrove secara langsung akan melemahkan daya dukungg tanah dan lemahnya perlindungan pada pantai dan pesisir.
Namun pelestarian dan perehabilitasian merupakan dominasi dari perlindungan hutan mangrove saat ini dari kerusakan, yang disebabkan oleh berbagai factor yang sangat mendominasi.
Hal ini sangat menghawatirkan, mengingat fungsi penting hutan mangrove bagi kawasan pesisir.
Menurut UU No. 32 Tahun 2009, tak ada lagi kesalahpahaman antara pemerintah dan masyarakat, semuanya harus bersama-sama bertanggung jawab didalam pelestarian hutan mangrove.
Atas dasar hal-hal diatas penulis tertarik mengangkat masalah ekosistem hutan mangrove, karena menurut penulis ada beberapa hal yang memang harus diselidiki untuk diketahui kebenarannya.

B.     Permasalahan
Masalah yang akan dibahas didalam karya tulis ini yaitu :
1.      Apakah yang dimaksud dengan ekosistem Hutan Mangrove?
2.      Apakah fungsi dan keistimawaan Hutan Mangrove?
3.      Apakah dampak positif dan negative Hutan Mangrove?
4.      Bagaimanakah cara merehabilitasi Hutan Mangrove bila terjadi kerusakan?

C.    Tujuan
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian ekosistem Hutan Mabgrove
2.      Untuk mengetahui fungsi  dan keistimawaan Hutan Mangrove
3.      Untuk mengetahui dampak positif dan negative Hutan Mangrove
4.      Untuk mengetahui cara merehabilitasi Hutan Mangrove bila terjadi kerusakan


D.    Metodologi
1.      Waktu dan Tempat Pelelitian
Penelitian mengenai ekosistem Hutan Mangrove berlangsung pada 10 April 2011 sampai 13 April 2011 di Pantai Pangandaran, Jawa Barat.
2.      Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil sample ekosistem hutan mangrove Pantai Pangandaran, Jawa Barat.
3.      Metode yang Digunakan
a.       Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data digunakan bagi penulis untuk mendapatkan data yang akurat dan akan menjadi bahan untuk penulisan karya tulis ini. Adapun pengumpulan data tersebut melalui :
1)      Observasi
Melalui observasi penulis mendapatkan beberapa data sesuai dengan apa yang ada dilapangan, misalnya seperti kondisi hutan mangrove dan beberapa habitat binatang yang ada dipesisir hutan mangrove.
2)      Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan cara mencari sumber dari buku dan internet.


b.      Metode Analisis Data (Analisis Deskriptif Kualitatif)
Untuk membahas atau menganalisis permasalahan dalam karya tulis ini, penulis menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif. Artinya penulis hanya memberikan pemaparan secara umum sesuai dengan kualitas yang ada, tanpa menggunakan sistematik angka.

E.     Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut :
-          BAB I  tertuliskan PENDAHULUAN; A.Latar Belakang,, B. Permasalahan, C. Tujuan, D. Metodologi, E. Sistematika Pembahasan.
-          BAB II tertuliskan HASIL DAN PEMBAHASAN; A. Deskripsi Teori (menjelaskan judul berdasarkan pendapat para ahli), B. Hasil Pengamatan (menjelaskan tentang gambaran lokasi dan nenuliskan data sesuai dengan kenyataan), C. Pembahasan (menuliskan hasil data dengan kolaborasi antara pendapat para ahli, data lokasi, dan pendapat penulis).
-          BAB III tertuliskan KESIMPULAN (menarik kesimpulan pembahasan dalam hubungannya dengan permasalahan atas dasar hasil pengamatan), SARAN (penulis mengajukan pendapatnya tentang hasil pengamatannya di lapangan)







                  BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Deskripsi Teori
Menurut pendapat Davis 1995 ekosistem Hutan Mangrove atau hutan mangrove bakau merupakan vegetasi hutan yang tumbuh di daerah pantai dan sekitar muara sungai yangsecara teratur digenangi oleh air laut yang dipengaruhi pasang surut.
Hutan mangrove juga memiliki keistimewaan yaitu sebagai pelindung pantai, dan hutan mangrove juga berperan penting dalam penyelamatan daerang pesisir (Buku IPA Terpadu SMP/MA kelas 2 semester II).

B.     Hasil Pengamatan
Dari pengamatan yang telah dilakukan penulis, hasil yang di dapat yaitu sebagai berikut:
1)      Gambaran Lokasi
Pantai Pangandaran merupakan pantai yang berada di selatan Jawa Barat, Ciamis dengan letak astronomi antara 108 derajat Bujur Timur dan 7 derajat Lintang Selatan. Topologi kawasan ini mulai dari landai sampai berbukit kecil dengan ketinggian tempat rata-rata 0-147 meter dari permukaan laut.
Dan pesisir hutan mangrove terletak kurang lebih 1 km dari daratan Pantai Pangandaran.
2)       Ekosistem Hutan Mangrove adalah suatu habitat alami berbagai satwa dan tempat berlindungnya biota perairan.
3)      Fungsi dan keistimewaan yang nampak pada hutan mangrove Pantai Pangandaran yaitu dijadikannya hutan mangrove sebagai  pelindung berbagai satwa, contohnya yaitu habitat monyet berekor panjang. Dan habitat monyet berekor panjang inilah yang mendominasi satwa yang ada di hutan mangrove. Selain itu hutan mangrove juga dijadikan suatu tampat wisata bagi para pengunjung Pantai Pangandaran. Dengan keindahan dan keunikan yang dimiliki hutan mangrove, membuat para pengunjung Pantai Pangandaran berniat untuk berkunjung ke hutan mangrove tersebut.
4)       Menurut fakta yang ada, hutan mangrove di  Pantai Pangandaran memiliki dampak positif dan dampak negative. Dampak positifnya yaitu dijadikannya hutan mangrove sebagai tempat rekreasi dan dapat dijadikan sample penelitian. Dengan berkunjung di hutan mangrove kita bisa mendapat beberapa informasi dan pengetahuan yang sebenarnya penting untuk kita ketahui. Sedangkan  dampak negatifnya yaitu terjadinya pencemaran lingkungan daerah pesisir yang disebabkan oleh perbuatan manusia khususnya para pengunjung hutan mangrove Pantai Pangandaran. Hal ini juga menyebabkan pencemaran laut.
5)      Dalam pengamatan secara langsung di lapangan penulis memang tidak melihat secara langsung kegiatan perehabilitasian hutan mangrove, tapi penulis menemukan satu bukti bahwa hutan mangrove tersebut pernah direhabilitasi oleh pemerintah dan hutan mangrove di Pantai Pangandaran pun telah diakui kedaannya, ditandai dengan sebuah batu yang tertuliskan suatu pernyatan bahwa hutan mangrove tersebut telah dilindungi oleh pemerintah.

C.    Pembahasan
1.      Pengertian Ekosistem Hutan Mangrove
Menurut pendapat Davis (1995) ekosistem Hutan Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang secara teratur digenangi oleh air laut yang dipengaruhi pasang surut. Mangrove tidak dapat tumbuh di pantai yang terjal, berombak besar atau yang mempunyai pasang surut tinggi dan berarus deras.
Pada kenyataannya kondisi fisik ekosistem hutan mengrove memang seperti itu adanya.
Menurut penulis sendiri hutan mengrove itu merupakan suatu kawasan yang terdapat di daerah pesisir pantai yang landai, dan merupakan suatu habitat berbagai satwa.



2.      Fungsi dan Keistimewaan Hutan Mangrove
Pada umumnya suatu ekosistem pasti memiliki fungsi dan keistimewaan tersendiri, begitu pun dengan hutan mangrove.
Claridge (1995) berpendapat mengenai fungsi dan keistimewaan hutan mangrove, ada pun pendapat beliau yaitu sebagai pelindung pantai, sebagai habitat jenis-jenis satwa, untuk kegiatan penalitian dan pendidikan, dan berperan dalam mendukung berlangsungnya proses ekologi, geomorfoligi, atau geologi.
Jika dilihat secara nyata, fungsi dan keistimawaan hutan mangrove memang benar-benar ada. Contohnya hutan mangrove merupakan habitat jenis-jenis satwa, berbagai jenis burung hidup disana, dan habitat monyet berekor panjang yang mendominasi habitat hewan lainnya. Dan juga nampak bahwa hutan mangrove dijadikan tempat penelitian oleh kalangan mahasiswa yang berkunjung ke sana.
Dan penulis pun setuju dengan pendapat Claridge atau pun kondisi yang sebenarnya bahwa hutan mangrove memiliki berbagai fungsi dan keistimewaan.





3.      Dampak Positif dan Negatif Hutan Mangrove
Dampak positif yaitu suatu keadaan atau hasil dari suatu perilaku atau tidakan yang bernilai posiitif, sedangkan dampak negative yaitu suatu keadaan atau hasil dari suatu perilaku atau tindakan yang bernilai negative (Buku Sastra Dan Bahasa).
Hutan Mangrove memiliki dampak positif dan dampak negative. Dampak positifnya yaitu bagi daerah atau bagian pesisir yang ditanami mangrove, karena bila terjadi kerusakan, kerusakan tersebut akan relative kecil dibandingkan dengan daerah yang tidak ditanami mangrove. Bila disorot dari segi ekonomis, hutan mangrove sekaligus merupakan kawasan wisata yang menarik di daerah pesisir. Seperti yang terlihat pada kondisi saat ini, hutan mangrove dijadikan sebagai tempat rekreasi atau tempat wisata.  Hal ini sangat didukung oleh banyak pihak dan masyarakat.
Selain dampak positif, ada pun dampak negative dari hutan mangrove itu sendiri, yaitu kerusakan hutan.
Kerusakan hutan seperti abrasi, erosi pantai,banjir rob, dan pendangkalan muara sungai.
Semua itu terjadi karena rusaknya daerah pendukung daya tahan tanah pesisir seperti ekosistem mangrove, dan secara langsung akan melemahkan daya dukung tanah dan lemahnya perlindungan pada pantai dan daerah pesisir.
Dan bila mangrove mengalami kerusakan yang parah dan tidak dapat diatasi lagi akan berdampak fatalbagi daerah pesisir, misalnya akan terjadi tsunami.

4.      Cara Merehabilitasi Hutan Mangrove Bila Terjadi Kerusakan
Dalam merehabilitasi mangrove yang diperlukan adalah master plan yang disusun berdasar data objektif kondisi biofisik dan social (Natarina 1995).
Selain itu juga diperlukan ketentuan green belt agar ekosistem mangrove yang terbangun dapat memberikan fungsi yang optimal, dan sebagai salah satu sarana mengantisipasi terjadinya tsunami.
Dan pelaksanaan rehabilitasi mengrove di lapangan di mulai dari penanaman, pemeliharaan, dan pengawasan. Kegiatan itu harus melibatkan kelompok-kelompok mesyarakat pengelola dan pelestari mangrove di wilayah setempat. Hal ini sekaligus sebagai sosialisasi dan penyuluhan dengan meningkatkan wawasan dan kesadaran masyarakat pesisir dan membentuk rasa memiliki atau sense belonging masyarakat akan hutan mangrove.
















BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A.    SIMPULAN
Setelah pembahasan masalah dari bab-bab terdahulu, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Ekosistem Hutan Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang secara teratur digenangi air laut yang dipengarui psang surut.
2.      Hutan Mangrove memiliki banyak fungsi, keistimawaan, serta peranan ekologi, ekonomis, dan social yang sangat penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir.
3.      Hutan mangrove memiliki dampak positif dan dampak negative yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hutan mangrove itu sendiri.
4.      Kegiatan rehabilitasi di prioritaskan sebelum dampak negative dari hilangnya mangrove ini meluas dan tidak dapat diatasi (tsunami, abrasi, pencemaran, penyebaran penyakit).





B.     SARAN
Penulis sangat prihatin dengan keberadaan hutan mangrove saat ini, oleh karena itu saran penulis bagi pihak dan instansi sebagai berikut:
1.      Masyarakat perlu diberikan bimbingan dan penyuluhan tentang arti penntingnya hutan mengrove pada kehidupan ini, terutama kehidupan di masa yang akan datang.
2.      Pemerintah dan masyarakat harus saling mendukung dalam mengelola dan menjaga kelestarian lingkungan hidupnya dan kelestarian hutan mangrove.















Karya Tulis "Pengaruh Lumut terhadap Batuan Candi Borobudur"

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Candi Borobudur yang terletak di Kabupaten Magelang merupakan salah satu objek wisata warisan bersejarah yang masih bisa kita nikmati keindahannya dan pelajari sisi-sisi budaya dan edukasi lainnya hingga sekarang. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu beberapa kerusakan yang ditimbulkan oleh faktor- faktor tertentu mulai muncul. Faktor-faktor tersebut misalnya akibat pemanasan global, cuaca ekstrim dan bencana alam yang kemudian menumbuhkan lumut pada batuan Candi Borobudur. Itulah yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian terhadap Candi Borobudur. Sehingga, penulis tertarik mengangkat masalah tentang “Pengaruh Lumut terhadap Batuan Candi Borobudur”

1.2  Permasalahan
Pokok permasalahan yang akan dibahas dalamPengaruh Lumut Pada Batuan Candi Borobudur” adalah :
a. Apa dampak yang ditimbulkan tumbuhan lumut?
b. Usaha-usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi tumbuhan lumut?



1.3  Tujuan
Dengan dilandasi rasa cinta terhadap budaya bangsa serta keinginan untuk melindungi Candi Borobudur dari kehancuran, maka dalam penelitian ini penulis mempunyai beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut :
a.       Untuk mengetahui dampak yang di timbulkan oleh lumut terhadap Candi Borobudur.
b.      Untuk mengetahui cara mengatasi pertumbuhan lumut.

1.4  Metodologi
Untuk kesempurnaan karya tulis ini, penulis menggunakan beberapa metode, yaitu :
1.4.1        Tempat
Objek yang diamati
dalam penulisan karya tulis ini adalah Candi Borobudur.
1.4.2        Waktu
Penulis melakukan pengamatan terhadap obyek pada tanggal 2 Juli 2012.
1.4.3        Teknik yang digunakan
a)   Teknik Observasi
Penulis langsung mengamati obyek yaitu Candi Borobudur untuk mendapatkan data tentang gambaran umum Candi Borobudur
b)   Teknik Studi Wisata
Penulis mengumpulkan data dari buku-buku panduan, internet, dan lain-lain tentang pengaruh lumut terhadap batuan Candi Borobudur, yaitu penjelasan yang mengenai tentang  cara mencegah dan mengatasi kerusakan yang ditimbulkan lumut.
1.5  Sistematika Pembahasan
Agar dalam karya tulis ini tidak terjadi kekeliruan maka penulis mencoba menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan, membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, anggapan dasar hipotesis, metode dan teknik penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II Tinjauan Teoritis, membahas teori lumut ( pengklasifikasian dan substrat lumut ), jenis-jenis lumut, cara perkembangbiakan lumut.
BAB III Pembahasan, membahas tentang Lumut Kerak sebagai perusak batuan Candi, dampak yang di timbulkan, usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasinya.
BAB IV Penutup, membahas tentang kesimpulan dan saran-saran.









BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1.6    Lumut
Tumbuhnya lumut banyak di temukan di tempat-tempat lembab atau basah. Tumbuhan lumut mempunyai jenis + 25.000 species yang tesebar di seluruh permukaan bumi mulai dari daerah tropic sampai kedaerah kutub utara.
Pada umumnya struktur tubuh tumbuhan lumut mempunya ciri –ciri sebagai berikut :
1. Bentuk tubuhnya pipih
2. Bersel banyak
3. mempunyai dinding sel yang tersusun dari selulosa
4. Melekat pada substartnya
5. Bersifat Aututrof
6. Bentuk akar seperti benang-benang
7. Daunya terdiri atas selapis sel yang mengandung klorofals berbentuk jala.

Bagian-bagian batang lumut adalah sebagai berikut :
1.              Epidermis, merupakan lapisan terluar dan sebagian sel yang memanjang berbentuk rhizoid.
2.   Korteks, merupakan lapisan kulit dalam yang tersusun dari beberapa lapis sel.
3.   Silinder Pusat, terdiri atas sel-sel Parenkim yang memanjang, berfungsi sebagai
      alat pengangkat.
Tumbuhannya lumut merupakan peralihan antara tumbuhan berthallus dengan tumbuhan kerkomus.

1.7    Klasifikasi Lumut
  1.  Lichenes
Lichenes disebut juga tumbuhan perintis, lichenes biasanya terdapat pada tempat-tempat yang kering, seperti pada kulit batang pepohonan, tanah yang sedikit basah. Perkembangbiakan Lichenes merupakan vegetasi pioner.
Asam yang di keluarkan dapat menghancurkan permukaan batu atau permukaan cadas menjadi lapisan tanah baru. Lapisan tanah ini mudah menangkap dan mengikat air mineral (air embun dari laut yang mengandung berbagai mineral, menguap).

Ciri-ciri lichenes adalah :
1. Bersekat Hifa
2. Mempunyai akar rhizoid
3. Berlapis misellium
4. Bersifat Safrofit dan Parasitisme
5. Berupa benang-benang yang berkoloni.

Berdasarkan habitatnya Lichenes dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya adalah :

a. Parmelia
    Biasanya tumbuh pada pepohonan, terutama pada kulit-kulit pohon yang keras, karena pohon yang berkulit tebal sangat menguntungkan bagi pertumbuhan dari Lumut Kerak tersebut.

b. Usnea Dasifoga
Biasanya tumbuh pada batuan yang berada pada daerah yang lembab. Cirinya    sebagai berikut :
1. Berspora
2. Bentuknya seperti Musci
3. Berakar rhizoid
4. berbentuk benang-benang filamin










BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Lumut Kerak Sebagai Perusak Batuan Candi
Lumut kerak adalah tumbuhan yang dapat hidup di batu.  Dalam pertumbuhannya lumut kerak mengeluarkan zat yang bersifat asam yang dapat menghancurkan batu tempat hidupnya. Cendawan dan lumut yang menutupi permukaan batuan dan menghisap makanan dari batu bisa menghancurkan batuan tersebut. Salah satunya adalah batuan di Candi borobudur yang akhir-akhir ini dipenuhi oleh Lichenes, dan kabarnya batuan candi yang terletak di Kabupaten Magelang tersebut terancam terjadi pelapukan.

3.2  Dampak yang Ditimbulkan Oleh Lumut Kerak
Melapuknya batuan candi dapat berlangsung secara efisien, menunjukan bahwa lumut kerak akan tumbuh dengan baik pada batuan. Garam-garam mineral pun mampu mempengaruhi tumbuhan dalam batuan candi Borobudur, sedikit demi sedikit menjadi struktur tanah dan untuk dapat mengikat nitrogen, sehingga pelapukan akan berjalan lebih cepat.
Bagian yang paling dominan rusak disebabkan oleh lumut kerak yaitu pada bagian yang tersembunyi atau daerah yang tidak terkena sinar matahari langsung. Selain itu kerusakan akibat dari pertumbuhan lumut kerak adalah hancurnya segi-segi arsitektur bangunan candi dan bentuk relief atau arca Candi Borobudur. Jika hal tersebut tidak cepat diatasi maka masalah yang timbul akan semakin besar karena dengan hancurnya batuan ataupun hancurnya struktur batuan maka Candi Borobudur dimasa yang akan datang hanyalah sejarah yang tidak dapat dinikmati dan disaksikan keberadaannya.

3.3  Cara Mengatasi Lumut Kerak Pada Batuan Candi Borobudur
3.3.1        Pembersihan Lumut Dengan Pemanasan
Lumut merupakan salah satu organisme penyebab pelapukan dan kerusakan bangunan-bangunan benda cagar budaya, baik bangunan yang terbuat dari batu maupun bata. Lumut mempunyai pengaruh yang lebih serius dalam proses pelapukan batuan, karena akar lumut mampu menyusup ke dalam pori-pori batuan sambil mengeluarkan zat-zat organik yang bersifat korosif terhadap sebagian mineral batuan. Pertumbuhan organisme perusak pada batu dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dan pelapukan batu. Hal tersebut terjadi karena organisme tersebut mengambil mineral terlarut dari batuan pada saat melakukan aktivitasnya. Selain itu juga terjadi degradasi mineral pada batuan itu sehingga batuan menjadi rapuh dan rusak. Untuk menghindari kerusakan batuan lebih lanjut perlu dipikirkan metode pembersihan batu dari pertumbuhan organisme-organisme yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dan pelapukan batuan. Tujuan studi pengembangan metode pembersihan lumut dengan pemanasan adalah untuk mengetahui efektifitas dan keamanan pembersihan lumut dengan pemanasan. Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan alternatif lain dalam pelaksanaan pembersihan benda cagar budaya yang terbuat dari batu
Selama ini metode pembersihan lumut yang dilakukan dalam pembersihan batu di Candi Borobudur adalah pembersihan secara kimiawi dan mekanis. Metode pembersihan kimiawi menggunakan bahan kimia Hivar XL dengan konsentrasi 1%. Pembersihan secara mekanis berupa penggosokan dengan sikat baik secara kering maupun basah. Metode lain yang digunakan adalah pembersihan secara fisik menggunakan steam cleaner. Dari hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan menerangkan bahwa metode pembersihan yang dipakai mempunyai kelemahan, khususnya pembersihan secara mekanis dan steam cleaner. Kelemahan tersebut di antaranya adalah menimbulkan efek kerontokan pada permukaan batu.
Berdasarkan hasil penelitian metode pembersihan lumut dengan pemanasan lebih efektif dibandingkan dengan pembersihan secara mekanis, tetapi metode pembersihan dengan pemanasan ini kurang aman untuk digunakan pada benda cagar budaya karena adanya kontak langsung antara permukaan benda dengan api. Dari pengamatan mikroskopis terlihat adanya perubahan pada permukaan batu yang terjadi setelah dilakukan proses pemanasan








BAB IV
PENUTUP

4.1   Kesimpulan
Setelah pembahasan masalah dari bab-bab terdahulu, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Tubuh lumut kerak berupa thallus yang terdiri dari benang-benang hifa. Sebagai tumbuhan perintis, lichenes ikut berperan dalam pembentukan tanah dan tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi.
2.    Lumut Kerak bisa mengakibatkan pelapukan pada Batuan Candi Borobudur.
3.    Cara paling efektif untuk membersihkan lumut kerak adalah dengan cara Pemanasan.









4.2   Saran
Untuk menjaga dan memelihara Candi Borobudur serta mengurangi terjadinya pelapukan yang dialami bebatuan Candi Borobudur, maka saran-saran yang dapat penulis berikan adalah :
1. Mengawasi dan menjaga keutuhan Candi Borobudur yang termasuk salah satu keajaiban dunia serta peningkatan berupa hal mutlak yang perlu dilakukan oleh yayasan, karena dengan menjaga dan mengawasi hal-hal tersebut akan mengurang resiko yang terjadi pada batuan Candi Borobudur, misalnya terjadinya pelapukan yang kini terjadi pada batuan Candi Borobudur.
2. Sebaiknya yayasan yang bertanggung jawab terhadap keutuhan Candi Borobudur memperbanyak petugas untuk pemeliharaan Candi Borobudur. Begitupun pemerintah untuk menyalurkan dana kepada yayasan untuk meningkatkan kualitas dan fasilitas Candi Borobudur.







Versi Mobile